Sabtu, 04 Juli 2009

sebuah hamparan umpatan untuk para bebal tua nan menawan diatas kuburan

hari ini panas terik sampai melepuh jempol-jempol plastik berbau tanah merah dari kuburan impian mereka yang terlalu memaksa untuk selalu berusaha bahwa hari ini akan lebih buruk dari hari esok.
iring-iringan protokoler membikin roda terhenti dan bau gosong dari rem truk-truk pembawa sembako yang sopirnya baru saja keluar dari bui gara-gara menabrak seorang polisi bergaji rendah yang sedang punlang kerja menanti bertemu anak istrinya yang sedang termangu meratapi pikirannya sendiri yang berpikir bahwa suaminya akan mendapatkan penghasilan tambahan hari ini karena menilang atau menjadi pengawal para tokoh - tokoh negeri.

dan rima ini masih berurutan tanpa jeda dan teks sebelumnya...

Sudah sampai di alun-alun tempat dimana seharusnya leher mereka digantung dihadapan kita semua yang selalu enggan memilih karena mereka selalu seperti itu, seperti ini, itu, ini, itu dan ini.
Teriakkan basi berbau dan berlendir kebodohan yang diterpa oleh angin kesejukan bernama kepenurutan dan kata-kata kosong sekosong ruang hampa maya yang akan selalu kosong walau telah kau isi ideologi-ideologi parau para pengharap suaka yang berlari dari gempuran ideologinya yang merxis ke arah politik praksis seperti halnya Budiman Sujatmiko dari padang barzah yang kelimpungan mencari kaca matanya yang hilang!

Dan rima ini aku akhiri disini seperti kehidupan yang akan berakhir suatu saat dan para atheis tetap tidak percaya akan Tuhan..
oooohhh, rentetan keyboard qwerty yang malang..